BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Etika adalah ukuran baik buruknya kebiasaan manusia, etika selalu berhubungan kebiasaan atau watak manusia. Etika juga dapat diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan budi pekerti, aturan normatif tentang perbuatan manusia. Etika mempunyai fungsi memberi orientasi bagaimana dan kemana harus melangkah dalam hidup ini. Mengingat etika merupakan salah satu fungsi penting dalam kehidupan manusia, kelompok kami menjadi tertarik untuk membahas beberapa aliran-aliran dalam etika.
1.2 Masalah atau Topik Bahasan Makalah
Berbagai aliran dalam etika (hedonisme, naturalisme, utilitarisme, naturalisme dan theologis)
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas tentang berbagai aliran dalam etika dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa pendapat tentang ukuran baik dan buruk. Ada yang menilainya dengan agama, tradisi, rasio, pengalaman, dan sebagainya. Ternyata ukuran baik dan buruk kelakuan manusia dinamakan Etika. Kata Etika berasal dari bahasa Yunani : ethos dan ethikos yang mempunyai arti sebagai kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Etika juga dapat dikatakan sebagai suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat.
Ada yang mengatakan bahwa di dalam filsafat etika ada berbagai macam aliran. Berikut kami mencoba menguraikan berbagai aliran dalam etika:
2.1 Aliran Hedonisme
Hedonis berasal dari bahasa Yunani hedone yang berarti “kesenangan” atau “kenikmatan”. Aliran hedonisme berpendapat bahwa aliran baik dan buruk adalah kebahagiaan karenanya suatu perbuatan dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya perbuatan itu buruk apabila mendatangkan penderitaan. Istilah ini mula-mula dikenalkan oleh Jeremy Bentham pada tahun 1781.
Menurut aliran ini, setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan yang merupakan dorongan dari tabiatnya dan ternyata kebahagiaan merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, oleh karenanya jalan yang mengantarkan ke arahnya dipandang sebagai keutamaan (perbuatan mulia / baik).
Maksud dari kebahagiaan dari aliran ini adalah hedone, yakni kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan rasa serta terhindar dari penderitaan. Ada juga yang mengartikan kelezatan adalah ketentraman jiwa yang berarti keimbangan badan. Karenanya kelezatan bagi aliran ini merupakan ukuran dari perbuatan, jadi perbuatan dipandang baik menurut kadar kelezatan yang terdapat padanya dan sebaliknya perbuatan itu buruk menurut kadar penderitaan yang ada padanya.
Aliran hedonisme, bahkan tidak hanya mengajarkan agar manusia mencari kelezatan, karena pada dasarnya tiap-tiap perbuatan ini tidak sunyi dari kelezatan tetapi aliran ini justru menyatakan hendaklah manusia itu mencari sebesar-besar kelezatan, dan seandainya dia disuruh memilih diantara beberapa perbuatan wajib ia memilih yang paling besar kelezatannya.
Maksud paham ini adalah manusia hendaknya mencari kelezatan sebesar-besarnya dan setiap perbuatannya diarahkan pada kelezatan. Jika terjadi keraguan dalam memilih suatu perbuatan harus diperhitungkan banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihannya.
Aliran hedonisme terbagi menjadi dua:
1)Egoistic Hedonisme
Dalam aliran ini dinyatakan bahawa ukuran kebaikan adalah kelezatan diri pribadi orang yang berbuat, karenanya dalam aliran ini mengharuskan kepada para pengikutnya agar mengerahkan segala perbuatannya untuk mengahasilkan kelezatan tersebut yang sebesar-besarnya.
2)Universalistic Hedonisme
Aliran ini mendasarkan ukuran dan buruk pada “kebahagiaan umum”. Aliran ini mengharusakan agar manusia dalam hidupnya mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia dan bahkan pada sekalian mahkluk yang berperasaan. Jadi baik buruknya sesuatu didsarkan atas ada keseangan atau tidaknya sesuatu itu bagi umat manusia. Kalau memang sesuatu itu lebih banyak kelezatannya dan membawa kemanfaatan maka hal itu baik tapi sebaliknya kalau membawa akibat penderitaan maka hal itu berarti buruk.
2.2 Aliran Naturalisme
Aliran etika naturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia.
Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila sesuai fitrah maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak sesuai dengan fitrah dipandang buruk.
Berikut ini terdapat beberapa pemikiran naturalisme yaitu:
- Semua yang berada di dunia menuju pada tujuan tertentu. Memenuhi panggilan alam menuju pada suatu kesempurnaan. Benda-benda dan tumbuhan menuju pada satu tujuan dan dicapai secara otomatis tanpa pertimbangan dan perasaan
- Hewan mencapai tujuannya melalui naluri, sedangkan manusia melalui akalnya karena itulah yang menjadi perantara untuk mencapai kesempurnaan.
2.3 Aliran Idealisme
Istilah idealisme berasal dari bahasa Gerika ( Yunani ), yaitu dari kata “ idea “, yang secara etimologis berarti; akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia.
Pada pokoknya aliran ini sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab akal pikiran manusia inilah yang menjadi sumber ide.
Pengertian idealisme yaitu meliputi sejumlah besar sistem serta aliran kefilsafatan yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang besar antara yang satu dengan yang lain. Ciri pengenalan umum yang menunjukkan kesamaan yang dipunyai oleh sistem-sistem aliran-aliran tersebut ialah bahwa semuanya mengajarkan tentang pentingnya jiwa atau roh.
Menurut idealisme manusia pada dasarnya merupakan makhluk rohani. Sebuah contoh yang jelas mengenai idealisme ialah filsafat Hegel, yang menurut pendiriannya kenyataan berupa ide, roh akal atau pikiran. Maka menurut idealisme, nilai serta harkat manusia didasarkan atas kenyataan bahwa ia merupakan wahana roh dan berhakekat kejiwaan. Paham ini menganggap bahwa roh mempunyai kekuasaan yang besar, dan berpendapat bahwa dalam bapak terakhir bukan hanya manusia, melainkan kenyataan yang didalamnya ia hidup dan ikut ambil bagian ditentukan oleh faktor-faktor rohani. Tetapi, penganut-penganut paham ini jarang ada yang berpendapat bahwa kenyataan tersebut semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor rohani, pada umumnya mereka menerima suatu dualisme, yaitu dualisme antara roh dan alam, antara kerohanian dan kejasmanian, namun senantiasa menganggap roh mempunyai nilai tertinggi serta kekuatan besar.
Tokoh utama aliran ini adalah Immanuel Kant (1725-1804). Pokok-pokok pandangannya adalah sebagai berikut:
a. Wujud yang paling dalam dari kenyataan (hakikat) adalah kerohanian. Seseorang berbuat baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain, melainkan atas dasar kemauan sendiri atau rasa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela orang lain, perbuatan baik itu dilakukan karena adanya rasa kewajiban yang terdapat dalam nurani manusia.
b. Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah ”kemauan” yang melahirkan tindakan yang konkret. Adapun pokoknya disini adalah ”kemauan yang baik”.
c. Kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang menyempurnakannya, yaitu ”rasa kewajiban”.
Maka dari itu, ada macam-macam pengelompokan. Namun pengelompokan yang paling berfaedah tinggi ialah pengelompokan yang didasarkan atas perbedaan dalam kemampuan rohani yang diutamakan, yaitu pikiran, perasaan, ataukah kehendak. Dengan demikian macam-macam pengelompokan aliran idealisme dibagi menjadi tiga, yaitu Idealisme Rasionalistik, Idealisme Estetik, Idealisme Etik.
1. Idealisme rasionalistik
Bahwa dengan menggunakan pikiran dan akal, manusia berusaha mengenal norma-norma bagi perilakunya, dan dengan demikian dapat sampai pada pemahaman tentang mana yang baik dan mana yang buruk , dan sebagai akibatnya dapat memahami apa yang boleh dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan. Didalam sejarah etika pendapat semacam itu berkali-kali ditemukan dalam salah satu bentuknya. Umpanya semboyan kaum Stoa bahwa kita harus hidup dengan alam. Alam disini diartikan sama dengan akal budi, maka maksud semboyan tersebut adalah bahwa manusia hidup dengan memakai akal budinya
Karena akal tidak dapat menetapkan tujuan bagi perbuatan, penetapan tujuan ini harus dilakukan secara lain. Manakala sekali tujuan telah ditetapkan, maka akallah yang yang bertugas menunjukkan jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tersebut. Pikiran hanya menunjukkan sarana-sarana . bukan tujuan perbuatan.Etika rasionalistik memberikan seakan-akan tujuan yang diterapkan nya diperoleh secara akali dalam kenyataan yang sebenarnya diperoleh secara lain.
2. Idealisme Estetik
Yang lebih tersebar luas dibandingkan dengan rasionalistik atau rasionalisme ialah idealisme estetik atau estetisisme dalam etika. Paham ini hendak mendekatkan perbuatan susila pada seni, dalam hal ini keinsyafan kesusilaan seakan-akan menjadi masalah citarasa. Tidaklah mengherankan jika para penganutnya sangat menghargai seni, khususnya keindahan, dan menganggap pemberian bentuk estetik sebagai hal yang sangat penting. Namun, ciri pengenal estetisisme ialah pendiriannya bahwa dunia, kehidupan, dan khususnya kehidupan manusia dipandang sebagai karya seni. Dunia ini merupakan ” kosmos ”, yang secara harfiah berarti kehidupannya juga merupakan karya seni atau setidak-tidaknya dapat menjadi karya seni.
3. Idealisme Etik
Idealisme etik bertolak dari kenyataan kesusilaan, dan atas dasar tersebut menyusun pandangannya tentang dunia dan tentang kehidupan. Paham ini mengakui adanya lingkungan norma-norma moral yang berlaku bagi manusia dan yang menuntut manusia untuk mengujudkannya. Pertama-tama manusia itu dipandangnya sebagai makhluk susila, artinya, sebagai makhluk yang mempunyai keinsyafan akan baik dan buruk, dapat mengerjakan yang baik dan tidak mengerjakan yang buruk. Namun mengalami juga adanya kekuatan penentang yang besar yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya, yang sedikit banyak dapat dikalahkannya. Sementara itu paham ini berpendirian bahwa di dalam semuanya itu terletak nilai dan harkat manusia. Sebuah contoh megah dari idealisme semacam ini adalah ajaran Kant, yang intinya berupa ajaran tentang imperatif kategorik, amar wajib tanpa syarat, amar ”dikau wajib” yang mutlak, namun yang didalamnya tersisa juga empat bagi ”keburukan radikal” yang terdapat dalam diri manusia, meskipun dalam babak terakhir hal ini megacu kepada alam kekebebasan.
Idealisme semacam ini juga dianut oleh orang-orang lain dalam bentuk yang lain. Menurut mereka tidaklah perlu bahwa umar tersebut, seperti yang diajarkan Kant, tetap bersifat formal dan tanpa isi; ada pula idealisme etik yang mengakui norma-norma tertentu. Salah satu contoh adalah etika nilai yang telah dipaparkan di depan, yang didalamnya norma-norma moral dijabarkan dari nilai-nilai kesusilaan yang berlaku, seperti, misalnya, keadilan, keberanian, dan sebagainya. Dalam hubungan ini kita juga ingat idealisme dalam arti yang umum sehari-hari. Penggunaan bahasa sehari-hari mengartikan kata ”idealisme” sebagai sesuatu keyakinan akan ada idaman-idaman yang bersifat pribadi dan kemasyarakatan, yang sepenuhnya mempengaruhi manusia serta menunututnya akan dijelmakan. Dengan demikian idaman-idaman.tersebut menghendaki agar manusia mengujudkannya. Sementara itu pengujudan tersebut hanya dapat terjadi dengan kerja keras, perjuangan serta pengorbanan, dan karenanya biasanya hanya sebagian yang berhasil. Namun demikian usaha yang sungguh-sungguh itu sendiri sudah memberikan makna serta isi kepada kehidupan, karena dalam hal ini yang penting bukanlah berhasil-tidaknya, melainkan usahanya itu sendiri.
2.4 Aliran Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata “utility” artinya kemanfaatan, kegunaan dan kefaedahan. Dengan demikian, menurut aliran ini sesuatu dikatakan baik ketika itu bermanfaat, berfaedah atau berguna. Aliran ini memberikan suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu sendiri. Tingkah laku yang baik adalah yang menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dibandingkan dengan akibat-akibat buruknya. Setiap tindakan manusia harus selalu dipikirkan, apa akibat dari tindakannya tersebut bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat.Utilitarisme mempunyai tanggung jawab kepada orang yang melakukan suatu tindakan, apakah tindakan tersebut baik atau buruk.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah Jeremi Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873).Menurut Bentham kehidupan manusia ditentukan oleh dua ketentuan dasar nikmat (pleasure) dan perasaan sakit (pain). Oleh karena itu, tujuan moral tindakan manusia adalah memaksimalkan perasaan nikmat dan meminimalkan rasa sakit.
Pokok-pokok pandangan aliran utilitarisme menurut John Stuart Mill adalah sebagai berikut:
a. Baik buruknya suatu perbuatan atas dasar besar kecilnya manfaat yang ditimbulkan bagi manusia.
b. Kebaikan yang tertinggi (summun bonum) adalah utility (manfaat).
c. Segala tingkah manusia selalu diarahkan pada pekerjaan yang membuahkan manfaat yang sebesar-besarnya.
d. Tujuannya adalah kebahagiaan (happiness) orang banyak. Pengorbanan misalnya dipandang baik jika mendatangkan manfaat.
Utilitarisme dibagi menjadi dua jenis :
1.Utilitarisme perbuatan (act utililitarianism)
Menyatakan bahwa kita harus memperhitungkan, kemudianmemutuskan, akibat-akibat yang dimungkinkan dari setiap tindakanaktual ataupun yang direncanakan
2.Utilitarisme aturan (rule utilitarianism)
Menyatakan bahwa kita harus mengira-ngira, lalu memutuskan, hasil-hasil dari peraturan dan hukum-hukum.
Aliran utilitarisme ini seringkali dikaitkan dengan aliran hedonisme yang berasal dari kata Hedone (kesenangan dalam bahasa Yunani) yang mulai tercatat timbul antara akhir abad 4 dan awal abad 3SM di kota Cyrenaics dengan dipelopoti oleh Aristipus (400-350), seorang sahabat Aristoteles.Karena lahir dikota itu, aliran ini disebut sebagai aliran cyrenaic hedonism.
2.5 Aliran Theologis
Kata teologi berasal dari bahasa yunani yaitu dari kata theos dan logia. Theos itu sendiri berarti Tuhan (Allah), dan logia berarti kata-kata, ucapan, atau wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama. Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan.
Jadi prinsip atau asas etika menurut aliran Theologis adalah bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran Tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan atau dilarang oleh-Nya. Segala perbuatan yang diperintahkan oleh Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan yang buruk, dimana ajaran-ajaran tersebut sudah dijelaskan dalam kitab suci (Al-Quran).
Sejarah singkat etika teologis:
Etika pertama kali ada mulai sejak abad pertama, namun etika terebut tidak secara khusus dipelajari. Namun seiring berjalannya waktu, pokok-pokok etikapun dibuat. Tokoh-tokoh yang mulai memberikan pemikiran pada pembuatan pokok-pokok itu seperti; Tertullianus yang menulis tentang hal-hal apa saja yang boleh dilakukan oleh seorang Kristen, Ambrosius yang fokus pada etika yang mengatur tentang kewajiban-kewajiban para pejabat, dan Agustinus yang fokus pada etika tertentu yaitu;tentang kesabaran, tentang dusta karena terpaksa, dan sebagainya.
Kemudian dalam abad pertengahan, hal-hal tentang etika dibicarakan lagi dalam “Libri poenitentiales” (kitab-kitab mengenai pengakuan dosa) Di masa reformasi, ketiga tokoh reformator (Luther, Calvin, dan Zwingi) juga memberikan suaranya mengenai etika politik dan etika jabatan. Selain tokoh reformator, ada juga Schleiermacher yang baginya etika mencoba menerangkan tentang kehidupan orang-orang beriman. Di abad ke-19 dan awal 20, banyak orang yang mengikutinya. Berbeda dengan Kuyper yang menurutnya etiak itu termasuk golongan dogmatika dan dapat diuraikan secara khusus. Dan pendirian ini dipertahankan oleh Prof. Dr. W. Geesink dan Prof. Karl Bath.
Bertolak dari sejarah yang diuraikan, etika teologis juga dapat diartikan sebagai sebuah etika yang bertolak dari praanggapan-praanggapan tentang Allah/ilahi. Sehingga, secara singkat dapat dikatakan bahwa etika teologis adalah sebuah etika yang didasarkan atas unsur-unsur agama. Etika teologis memiliki sifat transempiris yaitu pengalaman manusia dengan Allah yang melampaui kesusilaan tidak dapat diamati manusia dengan pancainderanya. Karena etika teologis berhubungan dengan Allah, maka sumber utama yang dijadikan bagi etika ini ialah Al-Quran dan alat bantu lainnya seperti hadist-hadist yang mendasarinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika dapat dikatakan sebagai suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat. Ada beberapa aliran dalam etika, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Aliran Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa aliran baik dan buruk adalah kebahagiaan karenanya suatu perbuatan dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya perbuatan itu buruk apabila mendatangkan penderitaan.
b. Aliran Naturalisme
Aliran etika naturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia.
c. Aliran Idealisme
Pada pokoknya aliran ini sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab akal pikiran manusia inilah yang menjadi sumber ide.
d. Aliran Utilitarisme
Menurut aliran ini sesuatu dikatakan baik ketika itu bermanfaat, berfaedah atau berguna. Aliran ini memberikan suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu sendiri.
e. Aliran Theologis
Etika menurut aliran Theologis adalah bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran Tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan atau dilarang oleh-Nya.