Senin, 11 Juni 2012

MAKALAH TAFE



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Ethanol atau etil alkohol C2H5OH, merupakan cairan yang tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas alkohol. Salah satu pembuatan ethanol yang paling terkenal adalah fermentasi. Bioethanol dapat diperoleh salah satunya dengan cara memfermentasi singkong.
Singkong merupakan jenis umbi yang mudah di dapat di Negara Indonesia sehingga memudahkan dibuatnya ethanol. Apalagi di zaman sekarang ini ethanol bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti bensi. Ethanol lebih ramah terhadap lingkungan.
Salah satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C2H5OH berupa cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila bocor. Ethanol yg terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air. Ethanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO).
Bioethanol dapat dibuat dari singkong. Singkong (Manihot utilissima) sering juga disebut sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis. Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Dengan demikian, singkong adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia. Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan baku utama.
Melihat potensi tersebut penulis membahas pembuatan bioethanol dari singkong secara farmentasi menggunakan ragi tape. Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat komersil dan mudah didapat. Jasad renik yang terisolasi oleh para ilmuwan dari berbagai ragi tape merek-merek dari tempat-tempat yang berbeda dan pasar-pasar di Indonesia adalah suatu kombinasi Amylomyces rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Sacharomyces cerevisiae, dan beberapa bakteri :Pediococcus sp., Baksil sp (Gandjar et. al., 1983; Gandjar &Evrard, 2002; Ko, 1972; Ko 1977; Ko 1986; Saono et. al., 1974; Saono et. al., 1982; Basuki l985; Steinkraus, 1996).
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan singkong?
2.      Apa yang dimaksud bioethanol?
3.      Bagaimana pembuatan bioethanol dari singkong?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu singkong.
2.      Mengetahui apa itu bioethanol.
3.      Engetahui bagaimana pembauatn bioethanol dari singkong.
D.    Metode Penulisan
Metode yang saya gunakan pada penulisan makalah ini adalah dengan kajian pustaka dan pengalaman ketika melakukan langsung pembuatan ethanol di rumah.



BAB II
PEMBAHASAN
 PEMBUATAN BIOETHANOL DARI SINGKONG SECARA FERMENTASI
MENGGUNAKAN RAGI TAPE
A.    TINJAUAN PUSTAKA
1.      Singkong
Ketela pohon/singkong ( Manihot utilissima Pohl ) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.
Ø  Klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom               : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi                     : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi             : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas                     : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo                      : Euphorbiales
Famili                    : Euphorbiaceae
Genus                    : Manihot
Spesies                  : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4.
Ø  Manpaat Tanaman
Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri obat-obatan.
Ø  Sentra Penanaman
Di dunia, ketela pohon merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negaranegara sentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra utama ketela pohon di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ø Syrat Pertumbuhan
a.       Iklim
o  Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500 mm/tahun.
o  Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C. Bila suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
o  Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
o  Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10 jam/hari. terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
b.      Media Tanam
o  Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik.
o  Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya.
o  Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
o  Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.
Ø  Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.
Ø  Kandungan Gizi Singkong
Khasiat singkong diantaranya menyehatkan jantung dan mengendalikan darah Cegah Kebutaan. Ubi hidup liar menjalar, Ada tiga jenis ubi jalar, yaitu ubi berumbi putih, kuning kemarahan (jingga), dan ungu. Yang lebih baik adalah yang berwarna kuning jingga karena kaya kandungan bakarotennya. Betakaroten merupakan provitamin A dan bersifat anitoksidan. Konsumsi ubi jalar yang kaya provitamin A tersebut dilaporkan sebagai faktor pencegah kebutaan akibat kurang vitamin A pada balita di darah lembah Balim, provinsi Irian Jaya. Kandungan kimia pada ubi jalar cukup kaya, antara lain protein, lemak, karbohidrat, kalori, serat, abu, kalsiu, fosfor, zat besi, karoten, vitamin B1, B2, C, dan asam nikotinat.
Menurut pakar tanaman obat Prof. Hmbing Wijakusumaya, ubi jalar memiliki sifat kimia manis dan dingin. Efek farmakologisnya berkhasiat sebagai tonik (meningkatkan stamina) dan menghentikan pendarahan. Bagian yang bisa dimanfaatkan adalah umbi dan daun.Ubi jalar dapat digunakan sebagai obat penyakit kuning, pengbengkakan, rematik, asam urat, pegal linu, dan rabun senja. Semua penyakit ini dapat diatasi dengan meminum air rebuasan ubi jalar merah dicampur bahan-bahan lain. Khusus untuk rematik, asam urat, dan pegal linu, slain air rebusannya yang diminum, ubi rebusnya juga di makan. Khusus untuk rabun senja, bukan air rebusannya yang diminum, melainkan ubinya yang dimakan. Anti penyumbatan Singkong sama populernya denga ubi. Bukan hanya umbinya yang memiliki rasa unik, namun daun singkong pun bisa disulap menjadi sayuran yang sangat nikmat. Menurut pakar tanaman obat Prof. Hembing Wijayakusuma,efek farmalogis dari singkong adalah sebagai antioksidan, antikangker, antitumor, dan menambah nafsu makan. Bagian yang biasa dipakai pada tanaman ini adalah daun dan umbi. Umbi singkong memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan amilum. Daun maengandung vitamin A, B1, dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi.
Sementara kulit batang, mengandung tannin, enzim peroksidase, glikosida, dan kalsium oksalat. Penyakit aterosklerosis atau timbunan lemak di dinding pembuluh darah dapat diceagah dengan hanya makan daun singkong. Akibat tersumbatnya aorta (saluran darah besar), darah tidak bisa disalurkan ke jantung dan penderita menjadi anfal. Pada penelitian daun singkong mengandung cuprofilin yang mampu menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprfilin pada daun singkong terdapat pada klorofilnya. Klorofil dan beberapa turunannya memiliki daya antioksidan dan antikangker.
Singkong mengandung senyawa sianogenik yang dikenal dengan linamarin (93%) dan lotaustralin (7%) (Okigbo, 1980). Kadar senyawa sianogenik tersebut dapat berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, dan kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, kelembaban, suhu, dan yang lainnya. Berdasarkan perbedaan kandungan sianogenik, singkong terbagi menjadi dua, yaitu singkong manis dan singkong pahit. Pada singkong manis mengandung senyawa sianogenik sekitar 20 mg HCN/kg singkong, sedangkan pada singkong pahit kadar sianogenik 50 kali lipat lebih banyak dibandingkan singkong manis, yaitu sekitar 1 g HCN/kg singkong Singkong pahit mempunyai batang cukup besar, dengan kulit batang, daun, tangkai daun, dan pucuk tanaman berwarna hijau gelap (hijau tua). Singkong jenis ini dapat memperoleh hasil singkong yang tinggi dengan kandungan pati yang juga tinggi.
Ø  Sifat-Sifat Pati
Pati termasuk karbohidrat jenis polisakarida. Polisakarida ini banyak terdapat di alam yang sebagian besar terdapat di dalam tumbuhan (Poedjiadi dan Titin S., 2007). Pada tumbuhan, pati merupakan simpanan karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Bagi hewan dan manusia, pati merupakan sumber karbohidrat utama yang banyak dikonsumsi sebagai sumber energi yang penting. Pati atau amilum bersifat tidak larut dalam air pada suhu kamar, berwujud bubuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Di dalam tumbuhan, pati disimpan dalam sel sebagai granula kecil yang dapat dilihat di bawah mikroskop. Bentuk granula pati berbeda-beda tergantung dari tumbuhan sumber patinya. Pati singkong memiliki granula dengan ukuran 5-35 μm dengan rata-rata ukurannya di atas 17 μm (Samsuri, 2008). Apabila pati dilarutkan di dalam air dingin, maka pati akan menyerap air dan membengkak. Namun, jumlah air yang terserap dan pembengkakan yang terjadi terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%.
Peningkatan volum granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55-65 °C merupakan pembengkakan sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan ini disebut gelatinasi (Winarno, 1984).
Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, maka dapat diamati beberapa perubahan yang terjadi selama proses gelatinasi. Mula-mula, suspensi pati yang keruh seperti susu akan menjadi jernih pada suhu tertentu tergantung pada jenis pati yang digunakan. Terjadinya perubahan tersebut biasanya diikuti dengan pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kecil daripada gaya tarik menarik antara molekul pati di dalam granula, maka air dapat masuk ke dalam granula pati. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air pun sangat besar. Proses gelatinasi pada pati terjadi pada suhu yang berbeda-beda tergantung pada sumber patinya. Dengan visikosimeter, suhu gelatinasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70 °C, beras 68-78 °C, kentang 58-60 °C, dan tapioca 52-64 °C (Winarno, 1984). Pati yang berasal dari singkong memiliki suhu gelatinasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berasal dari tumbuhan yang lainnya. Suhu gelatinasi pati singkong berkisar antara 49-64 °C sampai 62-73 °C. Tatapi menurut Kofler (dalam Winarno, 1984) suhu gelatinasi pati singkong adalah 68-92 °C. Pati singkong memiliki viskositas paling tinggi bila dibandingkan dengan pati-pati yang lainnya. Karakteristik viskositas ini dipengaruhi oleh perbedaan varietas, faktor lingkungan, laju pemanasan, dan bahan-bahan lain yang terdapat di dalam sistem (Samsuri, 2008).
Pati yang merupakan suatu polisakarida yang tersusun dari monomer glukosa. Glukosa yang terdapat pada pati berikatan melalui ikatan α-1,4 dan α-1,6 glikosidik. Karena adanya kedua ikatan tersebut, terdapat kemungkinan perbedaan struktur dari molekul pati. Ikatan tunggal polimer yang terdiri dari 500 sampai dengan 2000 monomer glukosa dengan hanya terdapat ikatan α-1,4 glikosidik dinamakan amilosa. Di sisi lain, adanya ikatan α-1,6 glikosidik menghasilkan polimer glukosa bercabang yang dinamakan amilopektin.
Secara alamiah pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin. Komposisi amilosa dan amilopektin berbeda-beda pada tiap tumbuhan. Untuk pati yang berasal dari jagung memiliki kadar amilosa 28% dan kadar amilopektin 72%, sedangkan pati yang berasal dari singkong dan beras memiliki kandungan amilosa dan amilopektin yang sama, yaitu secara berturut-turut 17% dan 83% (Wicaksono, 2008).
Adanya perbedaan kadar amilosa dan amilopektin menyebabkan sifat pati dari berbagai tumbuhan berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera) dan memberikan warna biru tua pada tes iodin, sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket dan tidak menimbulkan reaksi pada tes iodin. Amilosa terdiri dari D-glukosa yang terikat dengan ikatan α-1,4 glikosidik sehingga molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan α-1,4 glikosidik dan sebagian lagi ikatan α-1,6 glikosidik. Adanya ikatan α-1,6 glikosidik menyebabkan molekul amilopektin memiliki cabang.
Untuk memecahkan ikatan yang terdapat dalam pati dan menghasilkan glukosa dapat menggunakan asam atau enzim. Namun, enzim akan memecah pati dengan lebih baik daripada asam karena dapat memotong ikatan secara spesifik. Enzim amilosa dapat memecahkan ikatan 1,4 glikosidik, sedangkan untuk memecahkan ikatan 1,6 glikosidik pada amilopektin dapat menggunakan enzim glukoamilase.
c.       Bioethanol
Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C2H5OH berupa cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila bocor. Ethanol yg terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air. Ethanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO).
Bioethanol dapat dibuat dari singkong. Singkong (Manihot utilissima) sering juga disebut sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis. Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Dengan demikian, singkong adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia. Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah singkong sebagai bahan baku utama.
Bioethanol selain untuk bahan baku kimia juga dapat dipergunakan sebagai bahan bakar kendaraan pengganti bensin atau premium. Dengan produksi ethanol di daerah, maka diharapkan daerah dapat mengganti atau mengurangi konsumsi premium yang untuk sebagian besar wilayah di Indonesia didatangkan dari daerah lain. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam bab ini diperhitungkan potensi sumber bio-ethanol dengan melihat potensi ketersediaan bahan baku untuk pembuatan ethanol.
Selain tetes atau mollase, tanaman lain yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku produksi ethanol (bio-ethanol) adalah ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Dari semua jenis bahan baku tersebut, di Indonesia ubi kayu mempunyai potensi lebih besar sebagai bahan baku pembuatan ethanol. Hal ini disebabkan ubi kayu dapat ditanam hampir di semua jenis tanah mulai dari lahan yang subur sampai ke lahan kering, bahkan lahan kritis sekalipun.
Bahan Baku Bioetanol
Menurut Dubey (2006), beberapa bahan yang dapat digunakan untuk memproduksi bioetanol ialah gula, pati, dan lignoselulosa.
·         Bahan gula: seperti tebu yang diperoleh dari buangan atau sisa (molasses/bagasse) dan gula bit, tapioka, ubi, sari buah, sweet sorghum, dan lain-lain. Gula tebu banyak digunakan oleh beberapa negara dalam memproduksi etanol.
·         Bahan pati: tapioka, maize, gandum, barley, oat, sorghum, padi, dan kentang. Tetapi, jagung dan tapioka merupakan dua bahan yang paling disukai. Diperkirakan 11,7 Kg kanji jagung dapat dikonversi menjadi 7 liter etanol.
·         Bahan lignoselulosa: sisa atau buangan pertanian dan kayu. Bagaimanapun, etanol yang dihasilkan dari bahan lignoselulosa rendah karena kurangnya teknologi yang cocok dan kegagalan dalam konversi pentosa menjadi etanol.
Proses Produksi Bioetanol
Proses produksi bioetanol pada dasarnya sama untuk semua jenis bahan baku, seperti hidrolisis, fermentasi, dan destilasi. Namun, pada pengolahan awal sebelum difermentasi setiap bahan baku mengalami proses yang berbeda-beda. Sebagai contoh, proses produksi bioetanol yang berasal dari bahan yang mengandung pati dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
·         Gelatinisasi: dalam proses gelatinasi, bahan baku seperti ubi kayu, ubi jalar atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur yang diperkirakan mengandung pati 27-30 %.
·         Hidrolisis: proses ini bertujuan untuk memecah molekul karbohidrat polimer menjadi bentuk gula sederhana seperti glukosa. Proses ini dilakukan untuk bahan baku yang mengandung pati dan selulosa. Pati dan selulosa merupakan suatu polisakarida, sehingga untuk memperoleh gula yang dapat digunakan pada proses fermentasi harus melalui tahap hidrolisis dengan menggunakan asam atau enzim. Namun, biasanya enzim lebih banyak digunakan.
·         Fermentasi: proses fermentasi bertujuan untuk mengubah glukosa menjadi etanol dengan menggunakan ragi. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi biasanya mengandung kadar alkohol sebesar 8-10 % volume.
·         Destilasi: proses destilasi bertujuan untuk memperoleh etanol dengan kemurnian yang lebih tinggi, biasanya dapat mencapai 95%. Untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar, etanol harus mempunyai kemurnian paling tidak 99%, yaitu dengan cara menggunakan zeolit untuk memisahkan air dan etanol.
Reaksi Pembentukan Bioetanol
Pembentukan bioetanol merupakan hasil dari proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Oleh karena itu, jalur pembentukan etanol juga mengikuti jalur fermentasi. Jalur fermentasi yang terjadi biasanya mengikuti jalur glikolisis (EMP Pathway) dengan terbentuknya piruvat.
Pembentukan piruvat dari glukosa merupakan tahap awal dari proses fermentasi. Pada tahap berikutnya, terjadi perubahan dari piruvat menjadi etanol. Menurut Schlegel (1994), perubahan piruvat menjadi etanol mencakup dua tahap. Pada tahap pertama, piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehida oleh piruvat dekarboksilase dengan adanya tiamin piroposfat. Pada tahap kedua, asetaldehida oleh alcohol dehidrogenase direduksi dengan NADPH2 menjadi etanol.
Piruvat + asetaldehida → etanol
Pemanfaatan Bio-Ethanol di Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa ethanol/bio-ethanol mempunyai nilai oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan premium. Ethanol/bio-ethanol apabila dicampur dengan premium dapat meningkatkan nilai oktan, dimana nilai oktan untuk ethanol/bio-ethanol 98% adalah sebesar 115, selain itu mengingat ethanol/bio-ethanol mengandung 30% oksigen, sehingga campuran ethanol/bio-ethanol dengan gasoline dapat masuk katagorikan high octane gasoline (HOG), dimana campuran sebanyak 15% bioethanol setara dengan pertamax (RON 92) dan campuran sebanyak 24% bioethanol setara dengan pertamax plus (RON 95). Hal itu menunjukkan bahwa bio-ethanol dapat dimanfaatkan sebagai aditif pengganti MTBE untuk meningkatkan efisiensi pembakaran dan menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Pada tahun 2003, pasar HOG menurut Pertamina adalah sebesar 1750 kl/hari, dimana 1400 kl/hari berasal dari pertamax (RON 92) dan 350 kl/hari berasal dari pertamax plus (RON 95). Pada tahun yang sama ethanol diperkirakan dapat memasok 294 kl/hari, dimana 210 kl/hari ethanol yang dipasok setara dengan pertamax (RON 92) dan 84 kl/hari ethanol yang dipasok setara dengan pertamax plus (RON 95).
Walaupun ethanol/bio-ethanol mempunyai nilai oktan (octane rating) lebih tinggi dan emisi yang lebih bersih dibanding premium, namun ethanol/bioethanol juga mempunyai sifat korosif dan membuat mesin lebih sulit distarter. Sifat korosif ini menyebabkan diperlukannya material yang tahan korosif pada peralatan-peralatan tertentu seperti, tanki bahan bakar, karburator, pipa-pipa, karet-karet penyekat dan lain-lain peralatan. Sedangkan kesulitan dalam starter ini memang sulit dihindari, karena temperatur pembakaran sendiri/flash point ethanol yang tinggi sehingga pembakaran secara homogen akan sulit tercapai pada tekanan kompresi di ruang bakar, khususnya pada mobil lama yang menggunakan karburator konvensionil. Oleh karena itu, penggunaan campuran Bioethanol dalam premium dibatasi antara 5–25% agar kinerja mesin tidak terlalu berbeda, sedangkan pemakaian campuran yang lebih besar harus menggunakan mesin yang sudah dimodifikasi atau mesin yang khusus untuk pemakaian ethanol. Penggunaan Bio-ethanol sebagai pengganti atau substitusi Premium telah dilaksanakan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Belanda, New Zaeland, Brazilia serta banyak negara lain, tetapi hanya Brazilia dan Amerika Serikat yang telah menerapkan teknologi mesin kendaraan untuk ethanol 85% (E85) secara komersial. Di Amerika Serikat.sejumlah 3 juta.
d.      Ethanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi.
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Etanol merupakan jenis alkohol yang paling banyak digunakan untuk pembuatan minuman keras, sebagai pelarut obat-obatan, sebagai obat antiseptik untuk luka, untuk bahan bakar spiritus, pembuatan parfum dan lain-lain.
Bioetanol adalah pembuatan etanol dengan proses fermentasi singkong dengan bantuan ragi.
Sifat-sifat kimia Ethanol:
a.       Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua hidrogen atom yang terikat dengannya juga. Reaksi kimia yang dijalankan oleh etanol kebanyakan berkutat pada gugus hidroksilnya.
b.      Reaksi asam-basa
Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Ia hampir netral dalam air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding dengan pH air murni yang sebesar 7,00. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basanya, ion etoksida (CH3CH2O), dengan mereaksikannya dengan logam alkali seperti natrium:
2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2
ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:
CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2.
Reaksi seperti ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air lebih asam daripada etanol, sehingga pembentukan hidroksida lebih difavoritkan daripada pembentuk etoksida.
c.       Halogenasi
Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil halida seperti etil klorida dan etil bromida:
CH3CH2OH + HClCH3CH2Cl + H2O
Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida. Hidrogen klorida dengan keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.
CH3CH2OH + HBrCH3CH2Br + H2O
Reaksi dengan HBr memerlukan proses refluks dengan katalis asam sulfat.
Etil halida juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan alkohol dengan agen halogenasi yang khusus, seperti tionil klorida untuk pembuatan etil klorida, ataupun fosforus tribromida untuk pembuatan etil bromida.
CH3CH2OH + SOCl2 → CH3CH2Cl + SO2 + HCl
d.      Pembentukan ester
Dengan kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan asam karboksilat dan menghasilkan senyawa etil eter dan air:
RCOOH + HOCH2CH3RCOOCH2CH3 + H2O.
Agar reaksi ini menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, air perlu dipisahkan dari campuran reaksi seketika ia terbentuk.
Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik. Dietil sulfat dan trietil fosfat dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam sulfat dan asam fosfat. Senyawa yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat berguna sebagai agen etilasi dalam sintesis organik.
e.       Dehidrasi
Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:
2 CH3CH2OH → CH3CH2OCH2CH3 + H2O (pada 120'C)
CH3CH2OH → H2C=CH2 + H2O (pada 180'C)

f.       Oksidasi
Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Proses ini akan sangat sulit menghasilkan asetaldehida oleh karena terjadinya overoksidasi. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida tanpa oksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan piridinium kloro kromat (Pyridinium chloro chromate, PCC).
C2H5OH + 2[O] → CH3COOH + H2O
Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh manusia sebagai asetil-koA.
g.      Pembakaran
Pembakaran etanol akan menghasilkan karbon dioksida dan air:
C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l);(ΔHr = −1409 kJ/mol.
h.      Pembuatan
94% etanol terdenaturasi dalam sebuah botol untuk kegunaan rumah tangga Etanol dapat diproduksi secara petrokimia melalui hidrasi etilena ataupun secara biologis melalaui fermentasi gula dengan ragi.
i.        Hidrasi etilena
Etanol yang digunakan untuk kebutuhan industri sering kali dibuat dari senyawa petrokimia, utamanya adalah melalui hidrasi etilena:
C2H4(g) + H2O(g) → CH3CH2OH(l).
Katalisa yang digunakan umumnya adalah asam fosfat[18]. Katalis ini digunakan pertama kali untuk produksi skala besar etanol oleh Shell Oil Company pada tahun 1947. Reaksi ini dijalankan dengan tekanan uap berlebih pada suhu 300 °C. Proses lama yang pernah digunakan pada tahun 1930 oleh Union Carbide adalah dengan menghidrasi etilena secara tidak langsung dengan mereaksikannya dengan asam sulfat pekat untuk mendapatkan etil sulfat. Etil sulfat kemudian dihidrolisis dan menghasilkan etanol:
CH3CH2SO4H + H2O → CH3CH2OH + H2SO4
j.        Fermentasi
Etanol untuk kegunaan konsumsi manusia (seperti minuman beralkohol) dan kegunaan bahan bakar diproduksi dengan cara fermentasi. Spesies ragi tertentu (misalnya Saccharomyces cerevisiae) mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida:
C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + 2 CO2.
Proses membiakkan ragi untuk mendapatkan alkohol disebut sebagai fermentasi. Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi. Pada jenis ragi yang paling toleran terhadap etanol, ragi tersebut hanya dapat bertahan pada lingkungan 15% etanol berdasarkan volume.
Untuk menghasilkan etanol dari bahan-bahan pati, misalnya serealia, pati tersebut haruslah diubah terlebih dahulu menjadi gula. Dalam pembuatan bir, ini dapat dilakukan dengan merendam biji gandum dalam air dan membiarkannya berkecambah. Biji gandum yang beru berkecambah tersebut akan menghasilkan enzim amilase. Biji kecambah gandum ditumbuk, dan amilase yang ada akan mengubah pati menjadi gula.
Untuk etanol bahan bakar, hidrolisis pati menjadi glukosa dapat dilakukan dengan lebih cepat menggunakan asam sulfat encer, menambahkan fungi penghasil amilase, atapun kombinasi dua cara tersebut.
e.       Ragi
Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan proses fermentasi dalam menghasilkan produk tertentu. Ragi merupakan organisme bersel tunggal dan termasuk ke dalam golongan eukarotik. Ragi berkembang biak dengan cara membelah diri. Berbeda halnya dengan bakteri, ragi memiliki ukuran sel yang lebih besar (sekitar 10x), memilki organ-organ, inti sel, dan DNA terlokalisasi dalam kromosom yang terdapat dalam inti sel. Hal ini menyebabkan ragi dapat melakukan fungsi sel yang berbeda-beda.
Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk butiran-butiran kecil atau cairan nutrien. Ragi umumnya digunakan dalam industri makanan untuk membuat makanan dan minuman hasil fermentasi seperti acar, tempe, tape, roti, dan bir.
Mikroorganisme yang digunakan di dalam ragi umumnya terdiri atas berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang), yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Amylomyces, Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula anomala,, Lactobacillus, Acetobacter, dan sebagainya.
Ragi secara alami mengandung mikoflora seperti kapang, khamir, dan bakteri yang berfungsi sebagai starter dalam proses fermentasi (Simbolon, 2008; Sujaya, 2002). Selain itu, ragi kaya akan protein, yakni sekitar 40-50%. Jumlah protein ragi tersebut tergantung dari jenis bahan penyusunnya. Ragi tape Berbagai jenis ragi yang digunakan di berbagai negara dan kebudayaan di dunia dibuat menggunakan media biakan tertentu dan campuran tertentu galur fungi dan bakteri. umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm dan ketebalan 0,5 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk memproduksi ragi, tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia setiap perusahaan ragi (Hidayat, 2006).
Dalam ragi tape terdapat 3 isolat kapang dan 1 jenis isolat khamir. Isolat kapang terdiri dari Mucor racemosis, Amylomyces rouxii, dan Aspergillus oryzae, sedangkan isolat khamir yang terdapat dalam ragi ialah Endomycopsis burtonii. Ragi tape mengandung jamur amilolitik, Amylomyces rouxii dan yeast Accharomycopsis fibuliger, dimana mikroorganisme ini yang bertanggung jawab dalam fermentasi tape (Djien, 1972; Cronk et al, 1979 dalam Sujaya, 2002).
Pembuatan ragi secara tradisional dapat dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang mudah diperoleh. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ragi diantaranya laos, bawang putih, tebu kuning atau gula pasir, ubi kayu, jeruk nipis dicampur dengan tepung beras lalu ditambah sedikit air sampai terbentuk adonan. Adonan ini kemudian didiamkan dalam suhu kamar selama 3 hari dalam keadaan terbuka, sehingga ditumbuhi khamir dan kapang secara alami. Setelah itu, adonan yang telah ditumbuhi mikroba diperas untuk mengurangi airnya dan dibuat bulatan-bulatan yang kemudian dikeringkan. Ragi digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, beberapa jenis makanan tradisional seperti tape, tahu, tempe. Ragi juga digunakan dalam produksi etanol baik dalam skala industri besar maupun kecil.
Berikut adalah sebutan untuk ragi dalam berbagai kebudayaan:
§  /chu (Cina).
§  Nuruk/meju (Korea).
§  Koji (Jepang).
§  Bakhar, ranu, marchaar (murcha) (India).
§  Bubod (Filipina).
§  Loopang/look pang (Thailand).
f.       Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.
B.     METODOLOGI
1.   Bahan
§  Singkong
§  Ragi
§  Air
§  Sedikit gula
§  daun
2.   Alat
§  Pisau.
§  Ember.
§  Baskom.
§  Wadah tertutup.
§  Alat untuk merebus.
3.   Prsedur
§  Singkong dikupas terlebih dahulu. Singkong yang bagus digunakan adalah singkong yang empuk (pulen dalam bahasa sundanya).
§  kemudian di cuci dan dipotong dengan panjang 10 cm agar tidak terlalu panjang dan tidak terlalu besar.
§  Mengukus singkong hingga matang, kemudian dinginkan pada suhu kamar, karena bakteri yang ada di dalam ragi tidak dapat hidup jika dalam suhu yang besar. Jadi proses pendinginan dimaksudkan agar proses fermentasi maksimal.
§  Setelah dingin, singkong di tata dalam wadah bertutup yang telah dialasi daun pisang. Kemudin menaburi singkong dengan ragi tape hingga rata.
§  Tutup kembali dengan daun pisang lalu tutup dengan tutup wadahnya. Diamkan di tempat hangat selama 2-3 hari.
§  Setelah singkong menjadi tape, ambil cairan yang ada diatas bubur singkong di sedot dengan pompa vakum. Bisa juga tafe yang sudah jadi ditumbuk kemudian di saring dan dipisahkan antara cairan dan ampasnya. (cairannya tersebut merupakan alkohol).
4.      Proses Fermentasi
Pada hari pertama akan tumbuh kapang dan khamir bermiselia terutama organisme yang mampu merombak pati menjadi gula. sehingga pada hari pertama tape akan berasa manis namun masih keras dan tedapat miselia semu keputih-putihan di permukaan bahan. Pada hari kedua, dengan adanya gula maka khamir akan tumbuh dan menghasilkan alkohol karena oksigen telah berkurang. pada hari ektiga alkohol ini akan dioksidasi oleh bakteri lainnya menjadi asam organik terutama asam asetat.





5.      Diagram Alur Pembuatan Tape









 

























C.    PEMBAHASAN
Pembuatan tape dimaksudkan untuk menghasilkan ethanol. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa tape merupakan makanan hail dari fermentasi. Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Fermentasi dilakukan dengan menggunakan ragi. Ragi merupakan zat yang menyebabkan fermentasi Mikroorganisme yang digunakan di dalam ragi umumnya terdiri atas berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang), yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Amylomyces, Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula anomala,, Lactobacillus, Acetobacter, dan sebagainya.
Sebelum singkong direbus, terlebih dahulu tafe dikupas, dibersihkan dan dip tong sepanjang 10 cm. setelah itu baru direbus. Pada proses perebusan singkong hendaknya tidak terlalu matang karena jika terlalu matang maka tape yang dihasilkan tidak akan bagus. Setelah di rebus kemudian singkong dirapikan di temapta yang tertutup dan ditaburi ragi. Kemudian singkong yang sudah rapid an sudah ditaburi ragi secara merata ditutup kembali agar tidak masuk udara dan didiamkan 2-3 hari. Setelah jadi tape, kemudian tape tersebut dibubukan dan cairan yang berada diatas tape disedot dengan menggunakan vakum. Atau bisa juga proses pengambilan ethanol dengan cara diperas memakai saringan, sehingga terpisah antara ethanol dengan singkong. Untuk mendapatkan ethanol yang murni, cairan ethanol yang telah didapat tadi bisa di destilasi. Prinsip dari destilasi adalah dengan memisahkan suatu cairan berdasarkan titik didihnya.
Semakin lama waktu fermentasi ethanol, maka ethanol yang dihasilkan semakin banyak. Tempat permentasi harus tertutup agar supaya bakterinya bisa hidup dan memfermentasi singkong. Rasa masam pada singkong menunjukan adanya kandungan alkohol pada tape. Proses destilasi bertujuan untuk mendapatkan etanol murni.
Produksi etanol dilakukan secara in vitro dalam industri kimia maupun secara in vivo oleh mikroba dalam industri bioteknologi. Bakteri yang banyak digunakan dalam produksi bioetanol adalah Z. mobilis. Keunggulan pembuatan etanol dengan cara penggunaan mikroba adalah rendahnya biaya produksi, prosentase rendemen yang tinggi, proses lebih cepat dan penanganannya lebih sederhana dengan hasil samping yang relatif lebih sedikit.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp, dan Rhizopus sp. khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis; serta bakteri Pediococcus sp dan Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam menghasilkan tape.
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada tape. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya. Pada beberapa daerah, seperti Bali dan Sumatera Utara, cairan yang terbentuk dari pembuatan tape tersebut diambil dan diminum sebagai minuman beralkohol.
Tape bisa langsung dikonsumsi atau bisa juga digoreng terlebih dahulu, bisa juga tape ini diambil alkoholnya. Kadar etanol dalam tape tidak begitu besar sehingga tidak berbahaya jika dikonsumsi manusia.
Ethanol banyak mafaatnya bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai pelarut obat. Akan tetapi banyak sekali orang yang menyalahgunakannya. Sehingga ethanol ini berbahaya apabila disalahgunakan.















BAB III
KESIMPULAN
1.      Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
2.      Ketela pohon/singkong ( Manihot utilissima Pohl ) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, singkong atau kasape.
3.      Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut.
4.      Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp, dan Rhizopus sp, khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis serta bakteri Pediococcus sp dan Bacillus sp.
5.      Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
6.      Bioetanol adalah pembuatan etanol dengan proses fermentasi dari tumbuhan misalnya singkong dengan bantuan ragi.
7.      Fermentasi dari singkong dimaksudkan untuk mendapatkan ethanol dari singkong.
8.      Ethanol dapat dijadikan bahan bakar yang ramah lingkungan.










DAFTAR PUSTAKA

Amien, Muhammad. 1985 Pegangan Umum Bioteknologi 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dwiari, S. R. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Maggy, Themawidjaja. 1990. Bioteknologi. Jakarta: Erlangga.



LAMPIRAN

                
                                Gambar singkong sebelum dikupas                                         Gambar : Ragi

                    
                                Gambar : Tape